Nikmati Royal Dinner Ala Keraton Kasepuhan


Cirebon - Bagi keraton, maraknya peserta paket wisata ini membawa manfaat tersendiri. Khususnya untuk pelestarian keraton, sehingga mereka bisa bertahan hidup lebih panjang. “Bantuan pemeliharaan dari pemerintah jauh berkurang, tak cukup untuk membayar gaji para abdi dalem,” kata Pangeran Raja Adipati Arief Natadiningrat, Sultan Keraton Kasepuhan, Cirebon. 

Aset kerajaan sudah diambil pemerintah sebagai bagian dari pengakuan kedaulatan republik. Jalan satu-satunya adalah “menjual” peninggalan budaya tempo doeloe, seperti memberlakukan tiket masuk bagi masyarakat yang ingin melihat keraton dan museum serta membuat paket kunjungan ke keraton.

Untuk mengikuti perjamuan dan menjadi tamu dalam prosesi jumenengan itu, misalnya, Nia membayar sekitar Rp 3 juta. “Saya enggak ingat tepatnya, tapi itu worth it banget,” katanya. Menurut Nia, biaya sebesar itu sudah termasuk tiket pesawat pulang-pergi, hotel bintang lima, akomodasi, transportasi, berdandan ala Jawa, dan makan selama di Solo. “Sudah begitu, pulang dari Jumenengan, saya dapat samir (selendang) dan piagam dari raja.” 

Menurut Divisi Marketing Royal Dinner Mangkunegaran, Raden Mas Demang Roy Gemuruh Halilintar Aryananda, pihak keraton memang meminta perusahaannya menggelar private royal dinner. “Keuntungan menjual paket kunjungan wisata dan perjamuan itu sebagai fund raising istana,” ujarnya. “Kami berusaha membangkitkan kembali tradisi saat itu walau tidak bisa seratus persis sama,” Roy menambahkan. 

Masyarakat yang membeli paket tersebut bisa merasakan menjadi tamu sehari, dijamu raja dengan hidangan tradisional otentik keraton, mendapatkan suguhan tarian klasik keraton, berfoto bersama raja, dan mendapatkan suvenir dari keraton. “Biasanya, dari paket yang kami tawarkan, kami sisihkan Rp 300 ribu sampai Rp 400 ribu per orang sebagai donasi pelestarian keraton,” kata Bram Kushardjanto, pemilik PT Gelar Nusantara. 

Dalam setahun, Sultan Gani menambahkan, keratonnya bisa melakukan perjamuan serupa sebanyak 30 kali. “Berdasarkan permintaan saja, kalau ada yang sowan, maka kami bikin,” katanya kepada Tempo di sela-sela perjamuan itu. 

Bagaimana perasaan para tamu raja ini? Menurut Raynia Atmadja, dengan menjadi tamu raja di saat kondisi keraton yang kembang-kempis hidupnya, dia merasa terpanggil untuk peduli. “Rasanya senang bisa berkontribusi ikut melestarikan sejarah, meski tak banyak.” 

source:tempo.co

Related Posts

Post a Comment