Karena tidak tahan dengan kelakuan Ishaan, maka sang ayah memutuskan untuk memindahkannnya ke sekolah dengan sistem asrama. Harapannya, dengan disipling yang ketat, Ishaan dapat berubah menjadi “lebih baik”. Tapi perkiraan sang ayah sama sekali meleset, Ishaan justru menjadi anak yang pemurung dan tak mau bicara. Jangankan belajar, telpon dari ibunya pun tak pernah dia jawab.
Sampai suatu ketika, datang guru baru yang diperbantukan di asrama tersebut. Di hari pertamanya mengajar, si guru baru tersebut menemukan sebuah keganjilan di kelas; seorang anak yang terlihat “tak bahagia” di ruangan yang sangat ramai. Tak mau tinggal diam, si guru mencari tahu apa gerangan yang terjadi dengan muridnya.
Setelah ditelusuri, si guru akhirnya faham dengan masalah yang menimpa muridnya. Ishaan sedari kecil ternyata telah mengidap disleksia, yaitu gangguan pada penglihatan dan pendengaran yang disebabkan oleh kelainan saraf pada otak sehingga anak mengalami kesulitan membaca. Dan itu yang tidak disadari oleh ayah dan juga guru-gurunya.
Tugas si guru baru selanjutnya adalah meyakinkan kepada para guru lain, dan terutama ayahnya, ikhwal gangguan yang ada di saraf Ishaan. Selain itu, si guru baru juga menegaskan bahwa ada bakat lain yang dimiliki si anak. Keyakinan itu dia temukan setelah melihat lukisan dan coretan-coretan di dinding kamar dan buku catatan Ishaan.
Kisah di atas merupakan salah satu potongan cerita dalam film India, Taare Zameen Par, garapan aktor kenamaan India, Amir Khan yang rilis di tahun 2007 lalu. Selain menguarkan sebuah ajakan untuk peduli terhadap penderita disleksia, cerita tersebut juga menegaskan kepada kita, bahwa setiap anak yang lahir ke dunia itu beriringan dengan keistimewaannya masing-masing!
source : intisari-online.com
foto : 123rf.com
Post a Comment
Post a Comment